Sabtu, 16 Januari 2010

Orangtua faktor pencegah anak kena narkoba

Dari berbagai komentar yang saya terima, saya ingin menekankan berbagai common sense yang masuk dari pembaca yang mewarnai maraknya pendapat publik mengenai bagaimana membesarkan anak bebas narkoba. Common sense ini ternyata tidak jauh berbeda dari berbagi kajian dan studi ilmiah yang pernah dilakukan di berbagai belahan dunia di bidang anti narkoba.
Jika saya harus menarik benang merahnya, ada setidaknya tiga hal yang perlu dicatat, yakni: pencegahan narkoba handal harus berawal dari diri kita masing-masing. Mulai dari hati kita, mulai di rumah tangga kita sendiri.
Tiga hal yang orang tua dapat lakukan adalah sebagi berikut:
1. Jadilah teladan
Sebuah studi di Inggris menyimpulkan bahwa orangtua yang mempunyai kebiasaan menyalahgunakan zat adiktif termasuk minuman keras dan rokok akan cenderung mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar memiliki anak yang melakukan hal yang sama (Blake at al.,1988).

Kenyataan yang ditemukan di Indonesia cukup konsisten dengan temuan Blake et al. tersebut; 44% pecandu mengaku memiliki anggota keluarga yang terlibat miras dan/atau narkoba (YCAB,2001).
Menjadi contoh dan teladan bagi anak kita memang tidak mudah. Ini bicara tentang integritas diri kita sendiri; apa yang kita katakan harus sesuai dengan apa yang kita sendiri praktikan. Tanpa ini, sosok kita sulit dipandang kredibel oleh anak.
Ada pepatah: “perbuatlah kepada anak anda, apa yang anda ingin anak anda perbuat kepada anda.” Jika anda tidak ingin anak anda merokok, sebaiknya anda sendiri tidak merokok. Jika anda ingin anak anda tidak memakai narkoba, bicara dan praktikkan hidup sehat tanpa menggunakan zat adiktif lainnya (seperti rokok, miras, dan lain-lain).

2. Bicaralah….
Membicarkan bahaya narkoba kepada anak bukanlah hal yang mudah, tetapi sangat berharga di mata anak anda.
Sebuah survey oleh NIDA (National Institute of Drug Abuse, di AS) di awal tahun 2000 mengatakan bahwa mayoritas anak kelas 4 dan 5 SD sangat berharap untuk mendapatkan informasi seputar narkoba, minuman keras dan seks pertama kalinya dari orangtua mereka. Pada saat orangtua lengah atau sungkan memenuhi harapan ini, anak akan mencari informasi hal tersebut dari teman mereka.
Ketika hal itu terjadi, orangtua akan sangat sulit mengontrol apa yang anak telah ‘pelajari’ dari teman-temannya. Untuk menekan distorsi informasi, akan sangat baik jika anak mengetahui bahaya narkoba dari kita, dan bukan dari temannya.
Tapi masalahnya, banyak orang tua yang justru kekurangan informasi, tidak tahu apa yang perlu disampaikan ke anak selain mengintimidasi dengan gambar-gambar atau cerita seram dengan harapan anak menjadi takut. Kenyataannya, dari berbagai penelitian, pendekatan menggunakan fear tactic tidak berdampak terhadap pengambilan keputusan anak dalam hal perilaku berisiko, termasuk narkoba dan seks bebas.
Menurut NIDA (2002), orangtua yang mengajarkan tentang bahaya narkoba kepada anak-anaknya dapat mengurangi 36% risiko anak bereksperimen dengan ganja, 50% risiko menyalahgunakan inhalen, 56% pemakaian kokain dan 65% LSD dibanding dengan anak yang tidak diajar orangtuanya. Di Indonesia, penelitian serupa perlu dilakukan.
3. Ketahui Kecenderungan Faktor Risiko Anak
- Sindroma anak kedua
Data hasil telepon konseling YCAB (1999-2005) menunjukan bahwa sebagian besar (70%) kasus narkoba yang ditangani, data menunjukan bahwa anak kedua dalam keluarga lebih rentan terkena narkoba. Kecenderungan ini didukung oleh teori psikologi sindroma anak kedua yang ditulis oleh Alfred Adler di tahun 1920an.
- Kecenderungan Jender
Di masa pubertas, para ahli secara konsisten menemukan bahwa anak laki-laki cenderung berperilaku lebih agresif sedangkan anak perempuan cenderung lebih mudah depresi.
Dengan kedua kondisi tersebut maka jika tidak ada penyertaan keterampilan mengelola tekanan (stress management), keterampilan mengatasi masalah (coping skills), remaja cenderung mudah tergoda oleh narkoba.
Menurut berbagai sumber dan kenyataan yang ada, anak laki-laki cenderung lebih rentan terkena narkoba; lebih dari 80% pecandu adalah laki-laki.
Dalam tiga tahun terakhir ini, menurut penelitian kami di tahun 2005, jumlah remaja putri yang mengaku mencoba narkoba naik dua kali lipat; di tahun 2002 hanya ada 10% remaja putri didapati memakai narkoba dan di tahun 2005 kecenderungan ini ditemukan bertambah menjadi 20%. Remaja putri pun kini perlu diwaspadai.

1 komentar: