Kamis, 14 Januari 2010

Hadapi China, Pengrajin Kulit Sidoarjo Inovasi Model

SIDOARJO - Masuknya produk-produk dari China, seiring diberlakukannya free trade area (FTA) ASEAN-China atau perdagangan bebas 2010, membuat perajin kulit di Sidoarjo ketar-ketir. Apalagi, produk-produk dari Negara Tirai Bambu yang kini membanjiri pasar Indonesia harganya lebih murah dan kualitasnya tidak kalah bersaing.

Pelaku industri di Indonesia, bisa dikatakan belum siap bertarung dalam perdagangan bebas. Namun, kondisi saat ini memaksa mereka untuk memutar otak agar produk-produknya tetap laris manis di pasaran.
Contohnya, perajin kulit berupa tas dan sepatu di kawasan Tanggulangin dan wilayah Sidoarjo lainnya. Meski belum banyak produk sepatu dan tas dari China yang masuk ke Sidoarjo, namun harus diantisipasi sedini mungkin.

Lalu, apa yang dilakukan pengusaha kecil bidang tas dan sepatu ini untuk “melawan” serangan produk sejenis dari China agar tidak sampai gulung tikar?

“Kalau kondisi saat ini berbeda dengan saat Indoensia dilanda krisis Ekonomi. Kini produk dari China mulai membanjiri pasar Indonesia,” ujar pengusaha tas dan sepatu kulit dari Desa Kemangsen, Kecamatan Krian, M Shokib, di Sidoarjo, Kamis (14/1/2010).

Saat krisis ekonomi, lanjut Shokib, daya beli masyarakat memang turun. Sehingga, pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM), masih berharap kondisi perekonomian pulih dan produknya bisa dijual.

Bedanya dengan saat ini, produk banyak dan daya beli masyarakat juga masih tinggi. Namun, mereka bisa memilih harga yang lebih murah dan kualitasnya sama dengan produk yang harganya lebih mahal.

“Salah satu upaya yang bisa kita lakukan adalah, inovasi pada model. Sehingga masih bisa menarik konsumen meski harganya lebih mahal. Kalau kita membuat produk sama dengan produk China, akan kalah pada pembiayaan,” ujar pengusaha terbilang sukses ini.

Kekhawatiran serupa juga diungkapkan, Syaifuddin, perajin tas dan sepatu asal Tanggulangin. Saat ini dia memutar otak dengan membuat produk yang harganya murah tapi biaya produksi bisa ditekan.

Dia menambahkan, saat ini mungkin pengaruh produk dari China belum seberapa terasa. Namun, beberapa bulan ke depan setelah produk China sudah lebih mem-booming di Indonesia, perajin baru merasakan dampaknya.

Untuk itu, dia berharap agar perajin bisa tetap inovatif. Sehingga produknya bisa bersaing di pasaran. Karena jika IKM gulung tikar akan semakin banyak pengangguran.”Kalau usaha kami tutup, berapa karyawan yang akan di PHK,” ujar pengusaha yang mempunyai lebih dari 50 pegawai, termasuk pegawai binaan ini.

Baik Shokib maupun Saifuddin, mengaku selama ini mereka bisa memasarkan produknya dengan omset di atas Rp100 juta per bulannya. Selain menyuplai toko di Jawa, juga mengirim produknya ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Sumatera, dan lainnya.

Saat krisis ekonomi 2008 lalu, omsetnya sempat turun drastis karena daya beli sangat rendah. Kini, mereka menghadapi problem yang tak kalah memprihatinkan, produk asing membanjiri pasar Indonesia. “Harusnya IKM berguguran, tanpa ada perlawanan,” begitulah kata Syaifuddin.

Mereka berharap, agar pemerintah ikut memikirkan bagaimana bisa membatasi produk dari luar negeri. Selain itu, bagaimana pemerintah bisa memberi pembinaan, agar IKM bisa eksis dengan mengemas produk yang bisa bersaing di pasaran.

Langkah-langkah ini diperlukan, meski dikatakan terlambat. Sebab, tanpa ada dukungan dari pemerintah dan kreatifitas dari pengusaha, IKM yang ada di Sidoarjo akan bertumbangan, seperti saat didera krisis ekonomi dan imbas semburan Lumpur Lapindo beberapa tahun lalu.

IKM juga minta support dari lembaga dagang di luar pemerintah seperti dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sidoarjo. Setidaknya, bisa memotivasi IKM yang ada di Kota Petis ini.

Ketua Kadin Sidoarjo, Imam Sugiri, mengaku selama ini kurang ada persiapan dari pemerintah untuk menghadapi AFTA. Sehingga, ketika diberlakukan, membuat IKM dan pengusaha kedodoran untuk menghadang produk asing, terutama dari China yang harganya lebih murah.

Meski demikian, IKM tidak boleh patah arang dan tetap harus optimis menghadapi serbuan produk asing. “Salah satu cara yang bisa dilakukan pengusaha, adalah dengan standarisasi produksi dan meningkatkan kualitas. Sehingga tidak kalah bersaing dengan produk asing,” ujarnya.

Selain itu, untuk membendung produk asing, perlu adanya keberpihakan pemerintah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan membuat kebijakan, barang masuk harus ada kualifiaksi. Salah satunya, produk yang masuk tidak boleh barang jadi.

“Sedangkan yang harus lebih ditanamkan adalah nasionalisme. Kita harus membeli produk dalam negeri. Hal ini cukup sulit, tapi harus dimulai. Karena kalau tidak, IKM yang merupakan saudara kita sendiri akan kehilangan mata pencaharian,” papar Imam Sugiri.

Kadin lanjut dia, akan melakukan kampanye “Sadar Konsumtif”. Yaitu dengan mengkampanyekan cinta produk dalam negeri ke mal-mal dan pasar tradisional. Sehingga, bisa menggugah masyarakat untuk memilih produk dalam negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar